Pertama, bahwadarah perawan bukan darah haid. Karena itu, wanita yang mengelularkan darah perawan, tetap dalam kondisi suci, sehingga wajib shalat, dan berlaku semua hukum wanita di luar haid.
Kecuali jika darah ini keluar bersamaan dengan masa haid atau karakternya sama persis seperti darah haid, maka statusnya haid.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
Darah yang keluar disebabkan hubungan pertama suami istri, tidak termasuk haid. Selama tidak keluar di masa haid yang menjadi kebiasaannya, dan tidak memiliki ciri seperti darah haid. Jika keluarnya di masa kebiasaan haidnya si wanita dan memiliki ciri khas darah haid, maka statusnya haid. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 75686)
Kedua, jika bukan haid
Ada dua hukum yang berlaku mengenai darah perawan, ketika dia bisa memastikan bahwa ini bukan haid,
[1] Bahwa darah ini najis.
Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas ulama). Karena semua darah yang keluar dari manusia, najis. Kecuali jika sedikit, tergolong najis ma’fu (dimaafkan).
Bahkan sebagian menyatakan, bahwa ulama sepakat, darah luka yang keluar dari manusia, statusnya najis.
Imam Ahmad ditanya tentang hukum darah,
“Apakah menurut anda, darah dan nanah itu hukumnya sama?” jawab beliau, “Hukum darah, ulama tidak ada yang beda pendapat. Untuk nanah, ulama beda pendapat.” (Syarh Umdah al-Fiqh, 1/105).
[2] Darah ini membatalkan wudhu
Karena semua yang keluar dari 2 jalan, membatalkan wudhu
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
Ketika dia bukan darah haid, maka hukumnya membatalkan wudhu. Karena darah yang keluar dari dua jalur (kemaluan)
Sumber: sholihah.web.id
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar